
Banda Aceh – Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Aceh Meurah Budiman mengikuti secara virtual Webinar Uji Publik Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati yang digelar oleh Direktorat Jenderal Peraturan Perundang-undangan (DJPP), Jumat (31/10/2025).
Kegiatan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah menata ulang sistem hukum pidana nasional menjelang diberlakukannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru pada Januari 2026.
Salah satu perubahan mendasar yang dibahas adalah penempatan pidana mati sebagai pidana khusus bersyarat, bukan lagi pidana pokok sebagaimana diatur sebelumnya.
Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan, Dhahana Putra, menyebut perubahan tersebut sebagai tonggak penting dalam pembaruan hukum pidana Indonesia.
Ia menekankan bahwa pelaksanaan pidana mati di masa mendatang harus dilakukan dengan pendekatan yang lebih hati-hati dan berperspektif kemanusiaan.
“Pelaksanaan pidana mati kini harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian, proporsionalitas, dan tetap menjunjung tinggi nilai kemanusiaan,” ujar Dhahana dalam sambutannya.
Menurut Dhahana, tata cara eksekusi mati yang selama ini masih berpedoman pada Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1964 sudah tidak relevan dengan prinsip hak asasi manusia dan perkembangan hukum modern. Karena itu, pemerintah merasa perlu menyusun regulasi baru yang lebih komprehensif dan berkeadilan.
Webinar tersebut menghadirkan sejumlah akademisi dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), antara lain Prof. Marcus Priyo Gunarto, Dr. Supriadi, dan Dr. Muhammad Fatahillah Akbar, yang menyoroti persoalan pidana mati dari aspek hukum, HAM, serta praktik penegakan hukum.
Selain menghadirkan narasumber akademik, kegiatan ini juga membuka ruang partisipasi bagi publik, termasuk akademisi, praktisi hukum, dan perwakilan instansi pemerintah.
DJPP menegaskan bahwa proses ini sejalan dengan prinsip meaningful participation sebagaimana diamanatkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020.
Dhahana menambahkan, kejelasan soal waktu pelaksanaan pidana mati juga menjadi fokus dalam rancangan ini.
“Adanya fiktif positif bertujuan memberikan kepastian hukum terkait waktu pelaksanaan pidana mati serta menjadi bentuk perlindungan HAM bagi terpidana,” katanya.
Usai kegiatan, Kakanwil Kemenkum Aceh menyampaikan dukungannya terhadap langkah DJPP dalam memperbarui mekanisme pelaksanaan pidana mati yang lebih manusiawi.
“Reformasi hukum pidana harus berjalan seiring dengan nilai kemanusiaan. RUU ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memastikan pelaksanaan pidana mati tidak hanya adil secara hukum, tapi juga etis secara kemanusiaan,” ujar Meurah.





















 Pintoe Aceh
			                Pintoe Aceh					     
						          