Banda Aceh - Komitmen Kantor Wilayah Kemeterian Hukum Aceh dalam membangun regulasi yang adil dan berpihak pada masyarakat kembali ditegaskan lewat keterlibatannya dalam pembahasan rancangan Peraturan Bupati (Perbup) terkait Koperasi Desa Merah Putih berbasis syariah.
Dalam sepekan terakhir, dua kabupaten di Aceh yaitu Pidie dan Aceh Tenggara menjadi fokus harmonisasi regulasi agar sesuai dengan prinsip hukum nasional dan kekhususan Aceh dalam penerapan nilai-nilai syariah.
Kegiatan digelar dalam dua sesi terpisah. Pembahasan Rancangan Peraturan Bupati Pidie berlangsung pada 31 Juli 2025 di Law Center Kanwil Kemenkum Aceh. Sementara di Aceh Tenggara, forum serupa dilangsungkan dua hari sebelumnya, langsung di ruang rapat Asisten I Bupati Aceh Tenggara.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, menekankan pentingnya menyusun regulasi daerah yang tidak hanya patuh terhadap sistem hukum nasional, tetapi juga akomodatif terhadap nilai-nilai lokal seperti prinsip syariah.
“Ini bukan soal administratif belaka, tapi tentang bagaimana regulasi bisa menjawab kebutuhan masyarakat dan memberi dampak langsung ke gampong,” ujarnya yang mengikuti rapat secara virtual.
Dalam forum tersebut, pejabat pemerintah daerah, perangkat hukum, hingga unsur teknis dari dinas terkait terlibat aktif membahas substansi rancangan peraturan bupati. Diskusi mengalir dari konsep, struktur norma, hingga penyesuaian dengan karakteristik daerah dan keberlakuan hukum Islam di Aceh.
Rapat-rapat ini juga menjadi momen refleksi bagi pemerintah daerah untuk menilai kesiapan aturan sebelum ditetapkan. Masukan dari tim perancang peraturan perundang-undangan Kantor Wilayah Kemenkum Aceh pun menjadi penguat agar setiap produk hukum yang lahir tidak tumpang tindih dan bisa diterapkan secara nyata di lapangan.
Asisten I Bupati Aceh Tenggara bahkan menyebut forum ini sebagai bentuk nyata hadirnya negara dalam pembangunan hukum yang membumi. Ia berharap kolaborasi serupa terus berlanjut agar regulasi yang dilahirkan tidak hanya patuh pada norma, tapi juga kontekstual dengan realitas masyarakat di daerah.
Hingga saat ini, Kemenkum Aceh terus terlibat dalam berbagai proses penyusunan regulasi strategis di kabupaten/kota. Bagi Meurah Budiman, hukum yang baik bukan yang rumit, tapi yang bisa dijalankan dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat, terutama di level akar rumput seperti gampong.
Langkah percepatan pengesahan Perbup tentang Koperasi Merah Putih ini juga sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2025 yang menargetkan koperasi hadir sebagai pilar ekonomi desa. Di Aceh, amanat ini diselaraskan dengan Qanun Lembaga Keuangan Syariah, menjadikan koperasi bukan sekadar alat ekonomi, tapi juga ruang hidup bagi nilai-nilai islami dalam praktik usaha masyarakat.
“Kalau regulasinya beres, pelaksanaannya juga akan mulus. Itulah yang kami perjuangkan,” tutup Meurah.