Banda Aceh - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh menggelar rapat pengharmonisasian Rancangan Qanun (Raqan) Kota Subulussalam tentang Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Kota Subulussalam Tahun 2025–2040. Rapat berlangsung di Aula Kanwil Kemenkum Aceh, Selasa (9/9/2025), dan diikuti perwakilan pemerintah daerah, DPRK, serta unsur teknis terkait.
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kemenkum Aceh, M. Ardiningrat Hidayat. Turut hadir pula Kabag Hukum Kota Subulussalam, Ketua Badan Legislasi DPRK Subulussalam, Plt. Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, dan Pariwisata Kota Subulussalam, serta perwakilan sekretariat DPRK.
Pembahasan berfokus pada aspek redaksional, substansi, serta kesesuaian rancangan qanun dengan ketentuan perundang-undangan. Beberapa penyesuaian yang dibahas antara lain perbaikan judul, konsideran menimbang, dasar hukum, serta penyusunan ulang struktur bab agar lebih sistematis dan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta perubahannya dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022.
Ardiningrat menegaskan bahwa pengharmonisasian dilakukan untuk memastikan rancangan qanun memiliki legitimasi hukum yang kuat.
“Setiap qanun yang lahir harus memenuhi standar pembentukan peraturan perundang-undangan, baik dari sisi substansi maupun redaksional. Tujuan utamanya agar qanun ini efektif menjadi payung hukum pembangunan pariwisata di Subulussalam,” katanya.
Selain perbaikan redaksional, rapat juga menyarankan penambahan definisi penting dalam Bab Ketentuan Umum, termasuk istilah “Kampong” yang sering muncul dalam batang tubuh rancangan. Hal ini dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum sekaligus menjaga konsistensi istilah yang digunakan dalam qanun.
Perubahan lain yang mengemuka ialah penambahan Bab Perizinan dan Bab Partisipasi Masyarakat. Bab Perizinan mengatur mekanisme berbasis risiko melalui sistem elektronik, sementara Bab Partisipasi Masyarakat menegaskan hak warga untuk terlibat aktif dalam perencanaan hingga pengembangan pariwisata.
Ardiningrat juga menambahkan, rancangan qanun ini tidak hanya berbicara tentang regulasi, tetapi juga arah pembangunan jangka panjang.
“Ripparkota ini harus menjadi dokumen strategis yang mengakomodasi potensi ekowisata, budaya lokal, hingga industri kreatif, sehingga pariwisata Subulussalam benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat,” ujarnya.
Hasil rapat harmonisasi ini diharapkan mampu memperkuat rancangan qanun sebelum dibahas lebih lanjut dalam mekanisme legislasi daerah. Dengan demikian, Qanun Rencana Induk Pembangunan Kepariwisataan Subulussalam 2025–2040 dapat menjadi instrumen hukum yang kokoh, relevan, dan berkelanjutan bagi pembangunan sektor pariwisata di kota Subulussalam.