
Banda Aceh – Provinsi Aceh masih tertinggal dalam pembentukan Pos Bantuan Hukum Desa (Posbankumdes). Hal itu mengemuka dalam Rapat Koordinasi Percepatan Pembentukan Posbankumdes yang digelar Kemenkum Aceh, Jumat (14/11/2025) di Aula Bangsal Garuda.
Rapat koordinasi yang digelar secara hybrid ini dihadiri langsung oleh Kakanwil Kemenkum Aceh, Kepala DPMG Aceh, Kepala Divisi PPPH Kemenkum Aceh, dan Camat se-Kota Banda Aceh. Sementara itu, sejumlah peserta perwakilan pemerintah daerah terkait lainnya hadir secara virtual.
Kakanwil Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, menegaskan progres saat ini baru mencapai 9,8 persen dan masih masuk kategori zona merah.
“Kita butuh dukungan penuh para camat untuk mengejar ketertinggalan ini. Minimal Aceh bisa masuk zona kuning dengan capaian 50 persen lebih-lebih di zona hijau 100%,” katanya.
Dalam pertemuan tersebut, Meurah menegaskan pihaknya sudah mendorong camat dan DPMG Kabupaten/Kota se-Aceh untuk segera mengirimkan nama kepala desa dan paralegal.
“Ini harus kita kejar bersama,” ujar Meurah.
Iskandar, Kepala DPMG Aceh mengingatkan bahwa kebutuhan Posbankumdes sudah sangat jelas dan menjadi bagian penting dalam tata kelola desa. Namun, progres hingga saat ini dinilainya masih jauh dari harapan.
“Jika kita bisa mencapai 25 persen per bulan, sebenarnya target 50 persen sangat mungkin tercapai. Camat harus bergerak cepat memaksimalkan jaringan di wilayah masing-masing,” tegasnya.
Selain itu, M. Ardiningrat Hidayat, Kadiv Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kemenkum Aceh dalam paparannya menjelaskan bahwa Posbankumdes adalah instrumen penting untuk menjamin akses keadilan bagi masyarakat. Ia menegaskan Posbankumdes bukan untuk menggantikan peradilan adat, melainkan memperkuatnya.
“Posbankumdes memperkuat implementasi penyelesaian sengketa adat di gampong berdasar Qanun 9 Tahun 2008, termasuk restorative justice dan akses bantuan hukum dari advokat pada organisasi pemberi bantuan hukum terakreditasi. Posbankumdes adalah wadah penyelesaian perkara sekaligus pintu layanan hukum di tingkat desa,” ujarnya.
Paparan progres menunjukkan banyak kabupaten/kota yang masih tertinggal. Beberapa wilayah bahkan masih berada di angka 0 persen seperti Aceh Singkil, Aceh Timur, Pidie Jaya, dan Gayo Lues.
Meski begitu, ada daerah yang progresnya menonjol seperti Aceh Jaya yang sudah berhasil membentuk posbankumdes 100%, Lhokseumawe tersisa 1 gampong lagi untuk menuju 100%, dan Aceh Tamiang yang memilih strategi jemput bola dengan mengumpulkan seluruh kepala desa di aula camat.
Dalam sesi tanya jawab, sejumlah camat mengaku masih menghadapi beragam kendala teknis, mulai dari penyamaan persepsi tentang posbankumdes, anggaran operasional, dan landasan hukum serta pedoman teknis, hingga soal desa yang kepala desanya masih dijabat PJ atau sedang dalam pemilihan sehingga belum dapat berproses. Ardiningrat menegaskan bahwa pembentukan lembaga dan penunjukan paralegal sampai dengan pelatihannya harus menjadi prioritas, sementara persoalan lain tentunya sudah menjadi perhatian Pusat untuk menyiapkan kebijakan terkait regulasi dan anggaran operasional ke depan.
“Yang terpenting saat ini adalah kita bentuk posbankumnya dan melatih kadernya terlebih dahulu,” jelasnya.
Menutup rapat, Kakanwil Meurah Budiman kembali menegaskan bahwa kehadiran Posbankumdes sangat penting sebagai garda terdepan penyelesaian perkara di desa.
“Posbankumdes hadir sebagai wadah resmi layanan keadilan bagi masyarakat. Jika semua terbentuk, saya yakin pemerintah pusat juga sudah mempertimbangkan alokasi anggaran khusus untuk itu,” ujarnya.







