
Banda Aceh - Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum Kanwil Kemenkum Aceh, M. Ardiningrat Hidayat, mengungkap sejumlah isu krusial dalam rapat harmonisasi Rancangan Qanun Aceh tentang Penyelenggaraan Transmigrasi.
Isu tersebut mencakup formalitas dan substansi norma yang memerlukan perbaikan untuk memastikan kepastian hukum.
“Rapat ini bertujuan memantapkan konsepsi qanun sebagai instrumen penting dalam mengintegrasikan transmigrasi dengan kekhususan Aceh,” ujar Ardiningrat Kamis (13/11/2025) di Aula Bangsal Garuda.
Rapat ini dihadiri oleh perwakilan Biro Hukum Pemerintah Aceh, Tenaga Ahli Komisi 5 Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), serta Tim Perancang Peraturan Perundang-undangan Kanwil Kemenkum Aceh.
Ardiningrat menekankan pentingnya harmonisasi sebagai bagian esensial proses pembentukan peraturan perundang-undangan.
"Harmonisasi adalah bagian esensial dari proses pembentukan peraturan perundang-undangan," katanya.
Ia juga menyampaikan apresiasi kepada Pemerintah Aceh atas pengajuan harmonisasi qanun ini, sambil berharap agar ke depan permohonan harmonisasi dari inisiatif DPRA diajukan langsung oleh lembaga tersebut untuk meningkatkan indeks reformasi hukum.
Tim Kerja Harmonisasi 1 Kemenkum Aceh menemukan isu formalitas seperti kesalahan penulisan dalam konsideran, redaksi acuan yang terlalu panjang, serta referensi terhadap peraturan yang belum berlaku.
Rekomendasi perbaikan meliputi konsistensi penggunaan huruf kapital, penyederhanaan redaksi dasar hukum, dan verifikasi keabsahan peraturan terkait.
Pada aspek substansi, terdapat isu sinkronisasi norma terkait kekhususan Aceh, seperti pengulangan definisi yang sudah diatur dalam UU Pemerintahan Aceh, penekanan asas keislaman dan adat istiadat, serta kontradiksi dalam persyaratan calon transmigran lokal Aceh (TLA).
Rekomendasi mencakup penyederhanaan definisi, harmonisasi asas tanpa bertentangan dengan norma nasional, dan penegasan prioritas keislaman untuk menghindari konflik norma.
Rapat ini menegaskan bahwa qanun tersebut penting untuk mengintegrasikan transmigrasi dengan keistimewaan Aceh.
Namun, penyempurnaan wajib dilakukan, terutama pada kontradiksi norma terkait persyaratan TLA yang mencantumkan unsur keislaman, guna menjamin kepastian hukum dan kesesuaian dengan syariat Islam yang berlaku di Aceh.






