Banda Aceh – Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh menggelar rapat pengharmonisasian Rancangan Qanun Kabupaten Pidie tentang Hari Jadi Kabupaten Pidie. Rapat berlangsung di Ruang Law Center Kanwil Kemenkum Aceh, Selasa (22/7/2025).
Rapat dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, didampingi Kepala Divisi Peraturan Perundang-undangan dan Pembinaan Hukum, Muhammad Ardiningrat Hidayat.
Dalam forum itu, Meurah menegaskan pentingnya harmonisasi agar qanun yang dibentuk tidak hanya sah secara hukum, tetapi juga mencerminkan jati diri daerah.
“Qanun ini bukan sekadar dokumen. Ia adalah penanda sejarah, pengikat memori kolektif masyarakat Pidie atas akar budaya dan identitasnya. Harmonisasi menjadi pintu untuk memastikan regulasi itu berdiri tegak dalam sistem hukum nasional,” kata Meurah Budiman.
Raqan ini dikategorikan sebagai qanun atribusi, yang lahir dari kewenangan asli Pemerintah Kabupaten Pidie dalam menyelenggarakan otonomi daerah. Oleh karena itu, qanun ini disusun bukan karena delegasi atau pelimpahan kewenangan dari pusat, melainkan dari inisiatif daerah itu sendiri.
Berdasarkan kajian sejarah, Pemerintah Kabupaten Pidie mengusulkan 18 September 1511 Masehi atau 22 Jumadil Akhir 917 Hijriah sebagai hari jadi daerah itu mengacu pada masa kejayaan Kerajaan Pedir, kerajaan Islam berdaulat yang menjadi cikal bakal Pidie modern.
Sebagai produk hukum atribusi, qanun ini menyiratkan kemandirian daerah dalam merumuskan norma yang lahir dari kewenangannya sendiri. Karena itu, penyusunannya dituntut lebih cermat dan taat asas.
Dalam rapat, tim harmonisasi menyarankan sejumlah penyempurnaan, termasuk pada penggunaan logo sesuai Permendagri No. 80/2015, perumusan konsiderans hukum, dan pendelegasian teknis pelaksanaan peringatan Hari Jadi ke dalam Peraturan Bupati.
Raqan ini diharapkan tidak hanya menjadi dasar hukum bagi peringatan Hari Jadi Kabupaten Pidie ke depan, tetapi juga sebagai wujud penghormatan terhadap perjalanan sejarah panjang yang membentuk wajah Pidie hari ini.
“Inilah fungsi Kemenkum Aceh, hadir sebagai jembatan antara narasi sejarah dan legitimasi hukum,” ujar Meurah.