Banda Aceh - Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Penegakan Hukum Kekayaan Intelektual (KI) yang digelar secara daring oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) pada Rabu (6/8/2025).
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Direktur Penegakan Hukum DJKI, Brigjen Pol. Arie Ardian Rishadi, dan diikuti oleh seluruh Kanwil Kemenkum se-Indonesia.
Rakor ini membahas strategi nasional dalam memperkuat penegakan hukum kekayaan intelektual, sekaligus mengevaluasi kinerja penanganan pelanggaran KI dari tahun 2019 hingga 2025. Dalam paparannya, Brigjen Arie Ardian melihat peningkatan tren pengaduan masyarakat, serta pentingnya peran mediasi dan koordinasi lintas instansi.
Salah satu isu utama yang disampaikan adalah terkait keterbatasan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) KI di sejumlah Kanwil. Arie menegaskan bahwa Kanwil yang belum memiliki PPNS bisa langsung meminta bantuan dari DJKI. Selain itu, ia menekankan bahwa proses mediasi dalam sengketa KI harus melibatkan mediator yang bersertifikat resmi.
“Tidak semua kasus harus naik ke proses hukum. Jika dimediasi dengan baik dan cepat, penyelesaian bisa lebih efektif. Tapi tentu, mediator harus bersertifikat dan independen,” kata Arie dalam pertemuan tersebut.
Rakor juga membahas upaya penutupan situs ilegal yang melanggar hak cipta dan merek. Kanwil diminta aktif berkoordinasi dengan aparat penegak hukum lainnya untuk menindak pelanggaran KI berbasis digital yang kian marak terjadi.
Kakanwil Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, yang hadir secara virtual, menyoroti pentingnya percepatan layanan dan respon atas laporan masyarakat, terutama di daerah yang belum memiliki fasilitas lengkap.
“Penegakan hukum KI bukan hanya soal tindakan, tapi juga soal kecepatan respon dan kepercayaan publik terhadap sistem pengaduan. Maka, peran mediasi dan integrasi digital sangat vital untuk mempercepat penyelesaian,” ujar Meurah.
Ia juga menegaskan komitmen Kanwil Kemenkum Aceh dalam mendukung langkah DJKI, khususnya melalui kolaborasi antara PPNS, mediator, dan instansi terkait di Aceh.
“Kami siap memperkuat sinergi lintas sektor demi menjaga ekosistem kekayaan intelektual yang adil dan berkelanjutan,” tutup Meurah Budiman.