Banda Aceh – Kantor Wilayah Kementerian Hukum (Kemenkum) Aceh terus mendorong perlindungan hukum terhadap produk lokal melalui peluncuran Program Teuku Umar (Tim Edukasi Kekayaan Intelektual untuk Masyarakat Aceh).
Program ini menyasar koperasi desa di seluruh kabupaten/kota di Aceh, khususnya Koperasi Desa Merah Putih (KDMP) dan Koperasi Kampung Merah Putih (KKMP), guna mengedukasi dan mendampingi proses pendaftaran merek kolektif.
Kegiatan ini diawali dengan rangkaian kunjungan ke lima daerah, yakni Kabupaten Pidie, Aceh Timur, Aceh Utara, Kota Lhokseumawe, dan Kabupaten Bireuen, pada 15 hingga 17 Juli 2025. Dalam kunjungan tersebut, tim dari Divisi Pelayanan Hukum Kemenkum Aceh menggelar sosialisasi sekaligus koordinasi bersama Dinas Perindustrian, Perdagangan, dan Koperasi (Disperindagkop) setempat.
Kepala Divisi Pelayanan Hukum, Purwandani H. Pinilihan, menjelaskan bahwa Program Teuku Umar merupakan bentuk nyata dukungan Kemenkum Aceh dalam memperkuat ekosistem ekonomi desa berbasis kekayaan intelektual.
“Kami tidak ingin koperasi desa hanya berhenti pada legalitas badan hukum. Mereka harus mampu menyusun program kerja melalui rapat anggota dan segera membentuk unit-unit usaha. Produk yang mereka hasilkan juga harus memiliki daya saing, salah satunya melalui perlindungan hukum berupa merek kolektif. Di sinilah peran Divisi Pelayanan Hukum,” ujar Purwandani, Kamis (17/7/2025).
Melalui kerja sama lintas sektor, program ini akan memetakan potensi unggulan KDMP/KKMP di 23 kabupaten/kota di Aceh. Edukasi dan asistensi diberikan kepada perangkat daerah dan pengurus koperasi, mencakup prosedur pendaftaran merek kolektif serta pentingnya nilai tambah terhadap produk lokal yang terlindungi secara hukum.
Beberapa potensi produk yang diidentifikasi antara lain beras lokal di Aceh Utara dan kerupuk opak di Kota Lhokseumawe. Disperindagkop di kedua wilayah menyatakan dukungan penuh terhadap langkah pendaftaran merek kolektif ini. Sementara itu, Kabupaten Aceh Utara dengan jumlah desa terbanyak di Aceh, yakni 852 desa melaporkan proses legalisasi badan hukum koperasi berjalan lancar. Di Kabupaten Bireuen, dua produk prioritas yang akan didaftarkan adalah garam dan ikan bandeng.
Selain edukasi, hasil kunjungan juga melahirkan komitmen tindak lanjut berupa pembentukan jaringan komunikasi layanan kekayaan intelektual antara Kemenkum Aceh dan pemerintah daerah, serta inventarisasi produk koperasi yang siap didaftarkan sebagai merek kolektif.
“Program ini bukan semata soal legalitas. Ini adalah strategi jangka panjang untuk meningkatkan nilai tambah dan menciptakan keberlanjutan ekonomi di tingkat desa. Kekayaan intelektual harus menjadi bagian dari proses pemberdayaan ekonomi lokal,” tambah Purwandani.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkum Aceh, Meurah Budiman, turut mengapresiasi antusiasme pemerintah daerah dalam menyambut program ini. Menurutnya, pendekatan edukatif yang dilakukan Kemenkum Aceh melalui Program Teuku Umar merupakan langkah strategis untuk mengangkat potensi lokal ke tingkat nasional.
“Ini adalah bentuk nyata kehadiran negara dalam membantu masyarakat desa membangun kemandirian ekonomi yang berkelanjutan. Perlindungan merek kolektif adalah pondasi penting untuk menjamin produk-produk desa kita tidak hanya dikenal, tetapi juga diakui secara hukum,” ujar Meurah Budiman.