
Aceh Tenggara - Kepala Divisi Pelayanan Hukum Kantor Wilayah Kementerian Hukum Aceh, Purwandani H. Pinilihan, melakukan pertemuan dengan Bupati Aceh Tenggara, Salim Fakhry, Jumat (31/10/2025).
Pertemuan ini membahas terkait penguatan ekonomi kerakyatan melalui Kopdes Merah Putih dan pengembangan merek kolektif bagi pelaku usaha lokal.
“Merek kolektif dan Kopdes Merah Putih bisa menjadi pintu masuk untuk memperkuat identitas produk lokal dan membuka peluang pasar yang lebih luas,” ujarnya.
Menurutnya, banyak potensi unggulan di Aceh Tenggara yang bisa diangkat melalui perlindungan kekayaan intelektual, mulai dari hasil pertanian, olahan makanan, hingga produk khas lainnya.
“Kita ingin pelaku usaha di daerah ini tidak hanya kreatif, tapi juga terlindungi secara hukum,” tambahnya.
Bupati Aceh Tenggara, Salim Fakhry, menyambut baik langkah ini. Ia menilai kolaborasi tersebut bisa memperkuat ekonomi rakyat berbasis potensi desa.
“Kami siap mendukung penuh agar produk-produk unggulan dari Aceh Tenggara bisa dikenal luas dan memiliki nilai tambah, tentunya mendapatkan perlindungan,” katanya.
Pertemuan tersebut juga menjadi tindak lanjut dari kolaborasi Kemenkum Aceh dengan Dinas Pariwisata, Pemuda, dan Olahraga (Disparpora) Aceh Tenggara, yang telah berhasil menggelar sosialisasi, edukasi, dan pendampingan pendaftaran merek kepada ratusan pelaku UMKM di wilayah itu.
Program yang dikenal dengan nama Teuku Umar (Tim Edukasi Kekayaan Intelektual untuk Masyarakat Aceh) itu telah membantu ratusan pelaku usaha memahami pentingnya perlindungan merek dan cara mendaftarkannya. Sejumlah UMKM kini tengah dalam proses pengajuan merek ke Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.
“Pemerintah daerah bersama Kemenkum Aceh terus berupaya memastikan agar setiap produk lokal memiliki identitas hukum yang kuat. Karena di era kompetisi global, perlindungan merek bukan lagi pilihan, tapi kebutuhan,” ungkap Purwandani.
Pada kesempatan yang sama, Purwandani juga mendorong Pemkab Aceh Tenggara untuk mendaftarkan potensi indikasi geografis dan kekayaan intelektual komunal.
Ia pun mengapresiasi langkah Ketua MAA Aceh Tenggara, Kasri Selian yang mendorong budaya lokal sebagai KI Komunal.
Menurut Purwandani, KI Komunal merupakan perlindungan budaya lokal dalam bentuk pengakuan negara atas eksistensi budaya lokal.
“Maka itu harus diinventarisir untuk nantinya mendapatkan perlindungan hukum,” pungkas Purwandani.






















 Pintoe Aceh
			                Pintoe Aceh					     
						          